Merujuk Diri Sendiri

Zee
2 min readSep 25, 2024

--

Photo by Vanessa Serpas on Unsplash

Tulisan ini diambil dari arsip Tahun 2021 dan sedikit ada penambahan untuk kemudian dirilis Tahun 2024

Kali ini aku tidak akan repot memikirkan diksi yang sulit dimengerti. Bersembunyi ternyata melelahkan, apalagi ketika dihantui perasaan takut tidak bisa diterima.

Terbiasa memiliki kesibukan membuatku berjarak dengan sesuatu yang maya. Namun, sayang sekali aku kewalahan saat kesibukan itu perlahan selesai satu per satu. Then, I lost myself.

Awalnya mungkin biasa saja, saat aku masih bisa menikmati setiap apa-apa yang orang lain ingin perlihatkan. Karena saat itu, aku masih memiliki diriku di dunia nyata. Perlahan, aku mulai menyadari wabah ini memang tidak singkat. Aku mulai terhanyut dalam dunia maya. Dunia yang membuatku menemukan tapi juga kehilangan. Pikiran-pikiran kotor mengenai persepsi orang lain mulai menggerayangi isi kepala. Padahal aku tidak memiliki kesalahan, maksudku hanya sebuah asumsi yang aku buat-buat sendiri. Pemikiran memang tidak bisa terbentuk hanya melalui membaca, butuh kebiasaan yang terus-menerus diterapkan. Fundamental dasar logikaku belum tersusun lengkap untuk menjadi poros dalam menjalani keseluruhan skenario hidup mengenai perihal apapun.

Tadi aku habis memarahi diri sendiri. Aku pisahkan antara pikiran dan ragaku. Kemudian aku mulai membuka mulutku untuk komat-kamit menerangkan seluruh masalah satu per satu yang cukup menghambat gerakku. Ini bukan hanya persoalan aku yang tenggelam dalam dunia maya. Masalahnya ada di dalam diriku, sesuatu yang sudah terbentuk sejak lama — aku membiarkan orang lain mengendalikan diriku. It sucks.

Aku kepayahan membentuk, menemukan, menyusun, dan entah apapun yang berkaitan dengan who i am today. Permasalahan utamanya sudah kutemukan, namun belum aku validasi sepenuhnya, perihal buruk dan baik, sedih dan senang, lelah dan semangat, semua belum bisa aku terima porsinya dalam hidup. Kenyataannya aku sering melawan arusku sendiri, hanya puisiku yang gentar mengatakan bertahan mengikuti arus. Atau mungkin sesekali hidup memang butuh melawan arus?

Sampai sini aku mulai kebingungan melanjutkan frasaku. Menunjukkan betapa kacaunya isi kepala — tidak tersusun. Tapi, tetap akan aku lanjutkan karena halaman ini yang akan aku lihat kembali saat perasaan kehilangan diri sendiri mulai menyapa kembali. Halaman ini pula yang akan membawaku lebih berani memulai, menentukan, ataupun mengarahkan.

Dan pada kenyataannya, setelah 3 tahun tulisan ini mengendap dalam draft mediumku, aku baru mulai merampungkannya lagi. Kadang-kadang lucu ya, menilik ke belakang untuk melihat sudah seberapa jauh kaki melangkah dan hilir mudik pikiran yang terus berubah. Ternyata benar, tulisan ini menjadi salah satu caraku untuk lebih menghargai apa-apa yang sudah aku lewati.

Sekarang aku sudah jauh lebih baik. Way way way much better than 3 years ago. Pada titik ini, aku menjadi lebih yakin bahwa setiap menit yang kita usahakan untuk berubah ke arah yang lebih baik, itu berharga dan akan selalu menemukan jalannya untuk terwujud.

--

--

Zee
Zee

Written by Zee

I captured each moment through the art of writing

No responses yet