Merilis Racun Dalam Tubuh

Zee
2 min readSep 24, 2024

--

Di hari Jum’at pagi, langit terlihat lebih gloomy dari biasanya. Mungkin saja awan sedang mendengar kesedihan yang tersimpan rapat di dalam hati yang enggan untuk menceritakan hal-hal pelik dalam hidupnya. Aku membuka pagi dengan bibir merekah senyuman, meski hatiku terasa pilu menerka-nerka kehidupan yang sedang aku jalani. Langit terlihat semakin gelap dan mulai memberi tanda-tanda hujan melalui bau petrikor di teras rumahku.

Aku bergeming mengingat satu pertanyaan konyol yang dulu selalu mengganggu tidurku. Begini pertanyaannya: Tuhan, aku tidak ingin hidupku yang ini. Bolehkah aku meminta kehidupan yang lain? Apakah Engkau berkenan apabila aku menghabisi diriku sendiri? Kemudian, aku adalah aku—yang tidak ingin gegabah mengambil setiap keputusan besar. Mondar-mandir selama bertahun-tahun mencari jawaban paling benar menurut-Nya.

Sampai akhirnya jawaban-jawaban itu menyayangiku lebih dari aku melihat siapa aku. Ah, memang tidak ada yang bisa memberi porsi kasih sayang se-hebat bagaimana cara Tuhan memeluk hamba-Nya.

Susunan jawaban itu akan aku abadikan di sini, sebagai pengingat bahwa aku telah melangkah begitu jauh dari pemikiran-pemikiran konyol selama 24 tahun perjalananku untuk bertahan.

Perjalanan dimulai ketika aku menemukan sebuah riwayat hadits dari Anas r.a, dia berkata: Rasulullah saw bersabda: "Seseorang di antara kamu, jangan sekali-kali mengharapkan kematian karena penderitaan yang dialaminya. Bila dia harus berbuat begitu, maka berdo’alah: 'Ya Allah, hidupkanlah aku bila hidup ini baik bagiku dan matikanlah aku bila memang baik untukku.’"

Air mataku luruh memenuhi seluruh wajah, pelupuk mataku bengkak tak mampu membendung luapan tangisan, dan suara gemuruh petir berhasil menyamarkan rasa sesak di dalam dada ini. Pelan-pelan aku mengajak tubuhku bangkit sebagaimana bunga yang tetap bermekaran menebarkan wangi setelah mengarungi pergantian musim.

Aku bahagia hidup di sini (menunjuk dada). Karena ternyata semua hal dimulai dengan hati yang lapang, kuat, dan terbuka atas setiap perubahan-perubahan yang seringnya memberi kejutan. Bukan perjalanan yang mudah dan singkat, tapi aku bertahan. Melalui pesan-pesan baik yang hingga saat ini masih aku terima. Beribu rasa syukur berkeliaran di dadaku, aku masih hidup dengan menanti pertambahan usiaku yang tinggal menghitung beberapa hari lagi. Semoga kebijaksanaan pikirku juga bertambah.

Tulisan ini dibuat beberapa hari sebelum hari ulang tahunku, namun tidak ada keberanian untuk merilisnya. Setelah mengantongi segala bentuk keberanian, aku baru memantapkan diri untuk merilis dan membiarkan siapapun yang mau membacanya.

--

--

Zee
Zee

Written by Zee

I captured each moment through the art of writing

No responses yet