Kalau mengacu pada yang tertulis abadi, hidup ini memang tempat pengujian antara siapa-siapa yang baik dan buruk, juga tempat hadir kemudian pergi.
Di antara langit berlapis-lapis, adakah sesuatu di bumi yang tidak seimbang?
Lalu melihat sekali lagi, berulang-ulang, masih adakah cara pandang yang tidak seimbang?
Dalam nyala ribuan bintang yang berpendar di langit, mereka menyaksikan memang payah manusia memandang sesuatu yang tidak seimbang.
Lalai-lalai yang tersisa di bumi mengantar pada gelegak mengerikan dengan kabur yang tidak mungkin lagi.
Lalu berbalik pintu, segala ketakutan terhadap Tuhan menjumpai hati yang siap menopang.
Keraguan-keraguan yang sering mendapat sambutan hangat, padahal rahasia antara tubuhnya dan Tuhannya itu tidak mungkin terjadi.
Agar aman yang dicari sambil menjelajahi segala penjuru dengan tegap, ia temukan.
Burung-burung yang mengatupkan sayap penuh kebebasan, ia menelan keyakinan ke mana arah angin mengantarkan pada tujuan terbaik untuknya.
Siapakah pikiran-pikiran yang tertipu?
Pada siapa kesombongan-kesombongan akan terjungkal?
Dengan tegap berbalik arah, berjalan di atas jalanan penuh liku.
Pendengaran yang lupa dibasuh dan terus menyisingkan kebisingan-kebisingan.
Nanti, bergerombol akan jadi milik kita. Tidak ada yang tahu, tidak akan pernah ada.
Kemudian, wajah-wajah menjadi muram seperti apa yang selalu dimintanya.
Berbekal tanda tanya pada suatu perjalanan berikutnya,
Jika semua sudah mengering, pada siapa mengalir akan dipinta?