Kemarin wajah langit terasa dekat sekali dengan bibir bumi.
Manusia terpenjara itu kembali terjaga saat hunian bumi sedang istirahat.
Kembali ia berdialog tentang kebingungannya itu.
Tuhan, saya sedang lelah. Bolehkah mengeluh barang sebentar saja?
Yang kemarin belum juga usai, mengapa ketambahan lagi, Tuhan?
Pantaskah saya menangisi sesuatu yang mungkin akan menguatkan?
Bagaimana hari-hari kedepannya? Masih sanggupkah raga untuk tidak kembali ragu melangkah?
Terlalu khidmat, ia sampai tidak sadar fajar sudah tiba.
Suara ayam terdengar berkokok, bersahutan saling bergantian.
Hanya pada Sang Pemilik bumi dan seisinya-lah, ia bisa bebas apa adanya.
Hari-hari tetap ia lakukan dengan aktivitas seperti biasa, meski ada bagian dalam dirinya yang seolah terpenjara.