Segala bentuk pertanyaan berkeliaran di dalam kepala, kutumpahkan pada sepucuk surat yang tersimpan dan tidak akan pernah sampai di depan pintu kediamanmu
Duka nestapa berusaha kutepis beriringan dengan hilangnya wujud bayangmu di tengah riuh, luruh semua kepedihan yang selama ini berusaha aku tepis sekuat-kuatnya
Hadirmu kembali hanya menyayat-nyayat bekas luka yang sedikit lagi mulai pulih, bercucuran air mataku membasahi seluruh canda tawa yang agak mengering
Di ambang pintu, sorot matamu silau menghalangi jalanku untuk pergi mencari tempat paling aman, yang di dalamnya tidak akan mungkin ada buaian-buaian manis penuh bualan
Kubiarkan rotasi waktu berbulan-bulan menenggelamkanku kembali pada keriangan palsu penuh tipu daya, sunyi ini telah menjadi teman baik bagiku, caraku berbeda denganmu yang lihai penuh taktik
tok.. tok.. tok..
Kupersilakan langkah kakimu masuk mengambil hal-hal yang membuatku terkoyak-koyak, agar tidak ada lagi sisa-sisa perih yang tertinggal
Barangkali besok-besok kupersiapkan tameng peluru agar tahan banting jantung hatiku, tak membiarkan sesiapapun mencurinya cuma-cuma
Desir angin berbisik lirih, bibirnya menyentuh daun telingaku seolah semuanya terasa sedekat nadi, terselip bait-bait perpisahan pada irama hilirnya
Mataku terpejam memendam semua hal yang tidak pernah dianggap ada, pelan-pelan kuusir semua hal yang menggangguku belakangan ini, semoga tidak pernah kembali dan kembali mengacak-acak semua yang semula sudah tertata rapi, jangan pernah.