Lelah.
Satu kata yang membuat manusia merasa dirinya lemah.
Peralihan dari energi menjadi elegi.
Kemanapun pergi, katanya akan selalu ada jalan pulang untuk sekedar melepas segala beban pundak, atau rehat panjang yang tak berkesudahan.
Namun, kali ini kapal tak bersauh. Ombak terlalu tebal untuk diajak berlayar. Kapal mana yang berani mengajaknya bersenda gurau saat sedang terombang-ambing.
Membuat siapapun yang berpulang dengan berlayar, akan menunda kembali kepulangannya.
Memupuk hasrat untuk segera bertemu, siapapun yang ingin ditemui.
Membuat banyak wajah ditekuk karena hadirnya ombak.
Berdiri sendiri di tengah keramaian memang membingungkan. Raut-raut yang lesu itu, membuat pikiran kembali dirumitkan oleh isi kepalanya sendiri; Adakah diantara mereka memiliki beban yang sama? atau sebuah harapan yang serupa? atau mungkin saja ini memang sudah fasenya?
Ah, memang susah untuk mengatur segala bentuk pemikiran saat sedang sendiri di tengah keramaian.
Ingin bertanya pada desiran angin atau pada gundukan pasir, tapi hening.
Berkecamuk dengan isi kepala sendiri memang seru-seru menyebalkan.
Di seberang pulau sana, saya tidak memiliki ekspektasi apa-apa ataupun pada siapa-siapa. Pikiran mampu beristirahat dengan tenang, itu sudah lebih dari cukup.
Jadi, bagaimana arti pulang yang sesungguhnya? Mengapa diri ini terus-terusan merasa tidak tahu arah jalan pulang?
-sedang lelah tapi hidup harus tetap berjalan-