Petir menyambar mengalahkan riakan sedu sedan.
Pulang dengan membawa kekalahan. Kalah lagi.
Meniti buih menjadi pemeo, semakin terdengar halus kian hari.
Kawan-kawan mengucap bangga, tiada henti.
Aku menang, menipu diri sendiri, sekali lagi.
Susunan kalimat indah, menghantam jalan napasku.
Aku lupa lagi, bernapas.
Semua orang mencintai, dengan caranya yang menghancurkan. Jangan, jangan terlalu.
Kerusuhan menyisakan luka. Luka yang indah, sudah habis pandangnya.
Rautnya tak kentara, tak pernah tercapai.
Licentia poentica jadi tempat mencari aman.
Awaknya terbagi-bagi, demi riang yang bukan pemilik.
Nyawa terengap-engap, setiap langkah seperti tidak nyata.
Aku (kembali) lupa bernapas.