Saat genggaman dunia runtuh perlahan dari tangan mungilnya, ia tenggelam dalam beribu isi problema.
Kekasihnya mencecar menggunakan tabung demi mengeruknya di dalam reruntuhan genggamannya.
Raga bergeming di dasaran laut.
Disambut asap di langit bersamaan dengan buih-buih air di bumi.
Kekasih melambai dengan tatapan kehampaan.
Melalangbuana dari hulu sampai hilir.
Menghela napas di tengah sunyi.
Ritmenya terdengar jelas — mengalun.
Kehilangan kekasih memang melelahkan.
Hadirnya telah mendewasakan, begitu pun nadirnya.
Lalu, kita ini turut hadir dalam setiap penghirupan napas, atau hanya sekadar bernapas saja?