Pada akhirnya, kita akan memasuki babak baru.
Metro sunyi akan dijejal sekat-sekat yang berakal.
Berdialektika pada suatu wadak menuju wadak lainnya.
Maung menikam menjejali rasa takut dari hilir sampai bilik.
Sembunyi di balik ruang sampai awa- kemana?
Berkuat saling menjelma akar, sampai ia tumbuh. Dan bertanya,
Siapa sang empunya?
Jawabnya semua. Semua kendali berhak andil.
Terbalut aroma kebohongan.
Jujur, ancamnya.
Takut-menakuti tuannya berperan.
Tunduk satu per satu.
Terbias biasa jujurnya menyublim.
Mata itu terbelalak.
Melihat pesatnya apa-apa melaju, lesatannya bikin tercengang.
Di seberang jalan, bujang lapuk menginjak anak zebra yang melebur di dalamnya.
Bersama ditemani gilang-gemilang yang dihamburkan porak-poranda angin lalu.
Jatuh, bangun, jatuh, bangun, jatuh lagi, entah apa yang dipicu isi kepalanya saat ini.
Iramanya itu-itu saja, berharap kekal yang mustahil didapat.
Siapa sang empunya?
Bercokol sekelompok bersuara bajingan.
Isi-kosong-isi-kosong.
Beradu nasib di pelataran warung kopi.
Menantikan sisa usia menguap bersama isi kepala yang berkecamuk.
Muda-mudi kelupaan menikmati sisa kopi yang sudah hilang uap panasnya.
Dingin, menggigil jadi bekuan.
—
di Metro tak kebagian tempat duduk,
13.07.2020
08.50